Select Menu

Ads

Random Posts

WARTA KESEHATAN

BPJS

Ciamis

Shooting

Racing

News

Lorem 4

Setiap orang memiliki ukuran keberhasilan kariernya masing-masing. Hal ini juga mempengaruhi kepuasan mereka kala bekerja. Riset terbaru yang dilakukan oleh The Ohio State University mengungkap, kepuasan kerja yang dialami ketika usia 20 tahun ternyata mempengaruhi kesehatan di usia tua.
Melansir laman CBS, Minggu (30/10/2016), penelitian tersebut menitikberatkan pada hubungan kepuasan kerja yang dirasakan karyawan dengan kualitas kesehatan yang bisa didapat.
Peneliti dari Ohio State University menggunakan data yang didapat dari tahun 1979. Mereka mengikuti perkembangan karier subjek penelitian dari usia 25 hingga 29 tahun.
Para peneliti kemudian mengklasifikasi kepuasan karyawan ke dalam empat tipe, dari yang merasakan kepuasan yang rendah hingga sangat bahagia denan pekerjaannya.
Hasilnya, pekerja yang merasa bahagia dengan pekerjaannya di usia 20 tahun mampu memiliki kualitas kesehatan paling baik. Sebaliknya, pekerja yang merasa kualitas pekerjaannya buruk akan mengalami masalah kesehatan ketika mereka mulai memasuki usia 40 tahun.
"Kami menemukan bahwa orang yang tidak puas dengan pekerjaannya saat usia 20 hingga 30 tahun memiliki kualitas kesehatan paling buruk dibanding mereka yang merasa bahagia dengan pekerjaannya. Pekerja yang mengalami penurunan kepuasan kerja juga memiliki kondisi kesehatan yang buruk," ungkap Direktur Penelitian The Ohio State University Jonathan Dirlam.
Dirlam juga menyebutkan berbagai contoh masalah kesehatan yang bisa terjadi bagi orang yang tidak puas pada pekerjan. Pekerja akan mudah terkena depresi, masalah tidur, hingga penurunan kesehatan mental.
Penelitian tersebut dipresentasikan pada rapat tahunan American Sociological Association. Lebih lanjut Dirlam menyarankan, akan lebih baik memilih pekerjaan dengan gaji lebih kecil namun bisa membuat pekerja puas. Hal ini dinilai penting karena sebagian besar orang akan menghabiskan setengah masa hidupnya untuk bekerja.
"Akan lebih baik memilih pekerjaan yang memiliki gaji lebih rendah namun bisa memberi kepuasan, dibanding pekerjaan bergaji tinggi tapi membuat Anda tidak bahagia. Rata-rata orang menghabiskan lebih dari setengah umur hidupnya untuk bekerja. Penting bagi mereka untuk bisa menemukan kebahagiaan saat bekerja," jelasnya.

Berawal dari bentuk keprihatinan dengan kurangnya pemahaman masyarakat tentang Sastra Sunda, Pagauban Kawargian Nonoman Galuh akan menggelar kegiatan berupa Edukasi Budaya Nyerat Aksara Sunda 2.
“Kami melakukan aksi nyata untuk mengangkat kembali Sastra Sunda di kalangan masyarakat. karena tak jarang masyarakat Sunda tidak lagi memahami apa itu Aksara Sunda,” ungkap Pupuhu Pagauban Kawargian Nonoman Galuh, Tendi Nugraha, Sabtu (29/10/2016).
Tendi menerangkan, kegiatan yang akan dilaksanakan pada Minggu 6 November 2016 di Bale Reka Paminton Bumi Niskala, Astana Gede Kawali ini, akan memberikan pengajaran bagaimana cara menggunakan Aksara Sunda yang beredar di Tanah Sunda.
Bukan hanya itu, kegiatan ini pun sekaligus mensosialisasikan inovasi baru belajar Aksara Sunda dalam bentuk model aplikasi digital.
“Ini bukan lomba. Tapi ini adalah bentuk edukasi pembelajaran. Bagi siapa saja tua maupun muda, boleh belajar dengan kami nanti. Daftarkan diri anda, tidak ada pungutan atau biaya ini gratis untuk belajar Aksara Sunda,” ucapnya.
Untuk konfirmasi kegiatan, anda bisa menghubungi kontak person : 081-224-704-563 @Eggyaditiar atau 087-725-102-652 @TendiNugraha. Kegiatan yang bekerjasama dengan media FOKUSJabar.com Onlinenya Berita Jawa Barat.

Tidak terasa dua tahun pemerintah Jokowi JK telah berlalu. Sejumlah kerja nyata telah direalisasikan oleh Kementerian Kesehatan, dalam mewujudkan 9 program Nawacita.
Di mana pada agenda ke-5 dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang akan dicapai melalui Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan Program Indonesia Kerja Indonesia sejahtera.
Program Indonesia sehat memiliki 3 komponen, yaitu Revolusi Mental masyarakat agar memiliki paradigma sehat; Penguatan Pelayanan Kesehatan; dan Mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Semangat membangun dari pinggiran tercermin dalam upaya penguatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), Kemenkes memiliki terobosan untuk menempatkan tenaga kesehatan secara tim yang kita namakan program Nusantara Sehat (NS). Sedangkan penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat melalui pendekatan keluarga juga terus diupayakan, ini yang kita sebut program Keluarga Sehat,” terang Menkes Nia F Moeloek.
Pilar Pertama: Paradigma Sehat
Kenaikan penduduk menjadi tantangan bukan hanya untuk Indonesia tapi juga untuk seluruh negara di dunia. Indonesia harus memanfaatkan Bonus Demografi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2035 mendatang. Populasi usia produktif pada tahun tersebut tidak lain adalah anak-anak saat ini yang harus dipelihara kesehatannya.
“Kita tanamkan paradigma sehat dalam diri sejak dini. Dengan mempersiapkan sejak dini, diharapkan pada saat puncak bonus demografi, Indonesia dapat melaju kencang menuju kemakmuran bangsa, bukan malah menjadi negara yang tingkat dependensi tinggi karena penyakit kronis yang menimpa sebagian besar penduduk yang seharusnya produktif, sehingga menurunkan daya saing kita di MEA dan global,” ungkap Menkes.
Dalam dua tahun kerja nyata untuk mewujudkan Indonesia Sehat pada pilar pertama, terdapat beberapa capaian yang telah dicapai, antara lain:
• Angka Kematian Ibu, turun dari 5.019 Orang pada tahun 2013 menjadi 4.809 Orang pada tahun 2015
• Angka Kematian Bayi, turun dari 23.703 anak pada tahun 2013 menjadi 22.267 anak pada tahun 2015
• Angka Balita, yang mengalami Stunting turun dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 29,6% pada tahun 2015.
• Sampai dengan akhir tahun 2016, program pemberian makanan tambahan (PMT) akan membagikan: 6.122 ton PMT bagi 696.715 Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK); 7.376 ton PMT bagi 738.883 Balita; dan 856,2 ton PMT bagi 158.550 anak sekolah. 
Pilar Kedua: Penguatan Layanan Kesehatan 
Fasilitas kesehatan primer menjadi soko guru dari pelayanan kesehatan, bukan saja menjadi gate keeper untuk rujukan tetapi juga membina masyarakat umum untuk mempunyai kemampuan untuk hidup sehat. 
Penguatan layanan kesehatan dengan semangat membangun dari pinggiran, menjadikan sebuah terobosan untuk pemerataan tenaga kesehatan (Nakes) di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Sejak mulai diberangkatkan pada April 2015, telah ditempatkan sebanyak 838 orang dalam Tim Nusantara Sehat di 158 puskesmas di DTPK. 
Pengembangan RS rujukan juga menjadi bagian dari penguatan layanan kesehatan. Tujuannya adalah agar terjadi pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan menurut kompetensi fasilitas kesehatan tersebut. Target sasaran sampai dengan 2019 adalah 14 RS rujukan nasional, 20 RS rujukan provinsi dan 110 RS rujukan regional. 
Pilar Ketiga : Jaminan Kesehatan Nasional 
Pelaksanaan JKN cukup menggembirakan. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, sampai dengan bulan Oktober 2016 tercatat jumlah peserta JKN sebesar 169,574.010 juta jiwa atau kurang lebih 66,11% dari total penduduk tahun 2016 sebesar 256.511.495 jiwa. Tentunya penambahan cakupan kepesertaan ini harus diikuti dengan pemenuhan supply side baik sarana prasarana maupun SDM kesehatan.
Perkembangan lain yang cukup menggembirakan semakin banyak fasilitas kesehatan yang ikut dalam program JKN. Data dari BPJS Kesehatan sampai dengan Oktober 2016, jumlah fasilitas kesehatan yang telah bekerja sama dengan BPJS kesehatan untuk melayani peserta JKN berjumlah 25.828 fasilitas kesehatan, yang terdiri dari 20.531 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.001 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), 2.047 apotek, 956 Optika dan 256 Laboratorium
Sampai dengan bulan Januari 2016, pelayanan Penyakit Katastrofik di era JKN menghabiskan biaya klaim sebesar Rp74,3 miliar dengan pemanfaatan tertinggi pada penderita Penyakit Jantung, yaitu 905.223 penderita dan biaya klaim sebesar Rp6,9 triliun. Berikutnya diikuti oleh kasus kanker sebesar Rp1,8 triliun dan kasus stroke sebesar Rp1,548 triliun. 
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.


Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Darujatun Sanusi mengatakan, pihaknya memasang target bahwa 2019 mendatang kebutuhan obat untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan terpenuhi 100 persen. 

"Ya, target kita pada 2019 mendatang akan terpenuhi 100 persen. Sekarang obat yang terpenuhi sudah 90 persen," ujar Darujatun saat jumpa wartawan "Musyawarah Nasional XV Tahun 2016 Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia" di The Trans Luxury Hotel, Senin (24/11). 

Darajatun menjabarkan, hingga saat ini kebutuhan obat JKN sudah mencapai 90 persen dan sisanya yakni 10 persen masih mengandalkan impor. Masih dilakukan impor untuk obat JKN, kata dia, karena Indonesia masih terkendala berbagai hal. 

"Belum bisa terpenuhi 10 persen lagi karena masih ada beberapa kendala yang kami hadapi. Seperti teknologi karena obat-obat tersebut dibuat dengan teknologi tinggi yang belum dimiliki dalam negeri. Targetnya pada 2019 semua akan bisa diproduksi oleh Indonesia," jelasnya.

Kebutuhan obat untuk JKN, lanjutnya, sudah dipastikan memenuhi syarat seperi harga terjangkau, penyebaran obat yang merata, serta kualitas yang terjamin. 

Sementara itu, Ketua Umum GPFI, Johannes Setijono menjabarkan, melalui penyelenggaraan Munas XV tahun 2016 di Bandung, GPFI bertekad menyatukan komitmen semua pemangku kepentingan, memperkuat dan mendorong yang dimiliki oleh potensi farmasi dalam negeri. 

"Tujuannya tentu saja untuk menuju paradigma baru dalam proses pengembangan usaha farmasi nasional untuk mewujudkan kemandirian usaha farmasi sesuai nawa cita sebagaimana yang menjadi tema Munas XV GPFI kali ini," jelas Johannes.



-